Kejernihan dan kekotoran hati seseorang akan tampak jelas tatkala dirinya
ditimpa kritik, celaan, atau penghinaan orang lain. Bagi orang yang lemah akal
dan imannya, niscaya akan mudah goyah dan resah. Ia akan sibuk menganiaya diri
sendiri dengan memboroskan waktu untuk memikirkan kemungkinan melakukan
pembalasan. Mungkin dengan cara-cara mengorek-ngorek pula aib lawannya tersebut
atau mencari dalih-dalih untuk membela diri, yang ternyata ujung dari
perbuatannya tersebut hanya akan membuat dirinya semakin tenggelam dalam
kesengsaraan batin dan kegelisahan.
Persis seperti orang yang sedang duduk di sebuah kursi sementara di
bawahnya ada seekor ular berbisa yang siap mematuk kakinya. Tiba-tiba datang
beberapa orang yang memberitahukan bahaya yang mengancam dirinya itu. Yang
seorang menyampaikannya dengan cara halus, sedangkan yang lainnya dengan cara
kasar. Namun, apa yang terjadi? Setelah ia mendengar pemberitahuan itu,
diambilnya sebuah pemukul, lalu dipukulkannya, bukan kepada ular namun kepada
orang-orang yang memberitahukan adanya bahaya tersebut.
Lain halnya dengan orang yang memiliki kejernihan hati dan ketinggian
akhlak. Ketika datang badai kritik, celaan, serta penghinaan seberat atau
sedahsyat apapun, dia tetap tegar, tak goyah sedikit pun. Malah ia justru dapat
menikmati karena yakin betul bahwa semua musibah yang menimpanya tersebut
semata-mata terjadi dengan seijin Allah Azza wa Jalla.
Allah tahu persis segala aib dan cela hamba-Nya dan Dia berkenan
memberitahunya dengan cara apa saja dan melalui apa saja yang dikehendaki-Nya.
Terkadang terbentuk nasehat yang halus, adakalanya lewat obrolan dan guyonan
seorang teman, bahkan tak jarang berupa cacian teramat pedas dan menyakitkan.
Ia pun bisa muncul melalui lisan seorang guru, ulama, orang tua, sahabat, adik,
musuh, atau siapa saja. Terserah Allah.
Jadi, kenapa kita harus merepotkan diri membalas orang-orang yang menjadi
jalan keuntungan bagi kita? Padahal seharusnya kita bersyukur dengan
sebesar-besar syukur karena tanpa kita bayar atau kita gaji mereka sudi meluangkan
waktu memberitahu segala kejelekkan dan aib yang mengancam amal-amal shaleh
kita di akhirat kelak.
Karenanya, jangan aneh jika kita saksikan orang-orang mulia dan ulama yang
shaleh ketika dihina dan dicaci, sama sekali tidak menunjukkan perasaan sakit
hati dan keresahan. Sebaliknya, mereka malahan bersikap penuh dengan kemuliaan,
memaafkan dan bahkan mengirimkan hadiah sebagai tanda terima kasih atas
pemberitahuan ihwal aib yang justru tidak sempat terlihat oleh dirinya sendiri,
tetapi dengan penuh kesungguhan telah disampaikan oleh orang-orang yang tidak
menyukainya.
Sahabat, bagi kita yang berlumur dosa ini, haruslah senantiasa waspada
terhadap pemberitahuan dari Allah yang setiap saat bisa datang dengan berbagai
bentuk.
Ketahuilah, ada tiga bentuk sikap orang yang menyampaikan kritik. Pertama,
kritiknya benar dan caranya pun benar. Kedua, kritiknya benar, tetapi caranya
menyakitkan. Dan ketiga, kritiknya tidak benar dan caranya pun menyakitkan.
Bentuk kritik yang manapun datang kepada kita, semuanya menguntungkan. Sama
sekali tidak menjatuhkan kemuliaan kita dihadapan siapapun, sekiranya sikap
kita dalam menghadapinya penuh dengan kemuliaan sesuai dengan ketentuan Allah
SWT. Karena, sesungguhnya kemuliaan dan keridhaan-Nyalah yang menjadi penentu
itu.
Allah SWT berfirman, "Dan janganlah engkau berduka cita karena
perkataan mereka. Sesungguhnya kekuatan itu bagi Allah semuanya. Dia Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui." (QS. Yunus [10] : 65)
Ingatlah, walaupun bergabung jin dan manusia menghina kita, kalau Allah
menghendaki kemuliaan kepada diri kita, maka tidak akan membuat diri kita
menjadi jatuh ke lembah kehinaan. Apalah artinya kekuatan sang mahluk
dibandingkan Khalik-nya? Manusia memang sering lupa bahwa qudrah dan iradah
Allah itu berada di atas segalanya. Sehingga menjadi sombong dan takabur,
seakan-akan dunia dan isinya ini berada dalam genggaman tangannya.
Naudzubillaah!!!
Padahal, Allah Azza wa Jalla telah berfirman, "Katakanlah, Wahai Tuhan
yang mempunyai kerajaan. Engkau berikan kerajaan kepada orang Kau kehendaki dan
Engkau cabut kerajaan dari orang yang Kau kehendaki. Engkau muliakan yang Kau
kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Kau Kehendaki. Di tangan Engkaulah
segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu." (QS.
Ali ‘Imran [3] : 26)***
(Sumber : Majalah FSMQ EDISI 08/TH.1/FEBRUARI 2000).