Kamis, 19 Januari 2012

MEMBANDINGKAN BERSYUKUR DAN BERBAGI

Rasa kesyukuran yang tulus akan muncul jika Anda merasa bahagia. Kebahagiaan akan Anda rasakan jika Anda merasa lebih beruntung. Anda akan merasa lebih beruntung jika Anda membandingkan keadaan Anda dengan orang-orang yang menurut Anda kurang beruntung.

Sebaliknya, Anda akan mengeluh ketika Anda merasa tidak bahagia. Anda akan merasa tidak bahagia ketika Anda merasa kurang beruntung. Anda akan merasa kurang beruntung ketika Anda membandingkan keadaan Anda dengan orang yang menurut Anda lebih beruntung.

Maka dari itu, dalam hal keduniawian, janganlah Anda selalu melihat ke atas. Selalu melihat ke atas adalah awal dari kekufuran. Hendaklah Anda melihat juga kepada mereka yang keadaannya kurang beruntung. Dengan demikian, akan timbul dalam diri Anda suatu rasa kesyukuran yang tulus. Rasa syukur yang dapat meng- gerakkan Anda untuk berbagi dengan mereka yang kurang beruntung. Maka lengkaplah kebahagiaan Anda dan bertambahlah kesyukuran Anda. Segala ni’mat yang Anda terima akan menjadi lebih terasa keni’matannya. Anda akan memandang besar terhadap segala ni’mat yang Allah rizqikan kepada Anda, walau sebagian orang memandangnya kecil. Inilah akhlaq sang Rasul SAW.

Berbagi dengan sesama hanya dapat dilakukan oleh orang-orang yang hatinya dibimbing oleh Allah. Sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an bahwa orang-orang yang bertaqwa adalah orang-orang yang mendirikan sholat dan menginfaqkan sebagian dari yang Allah rizqikan kepadanya. Orang seperti ini adalah orang yang berada dalam bimbingan Allah. Orang seperti ini adalah orang yang beruntung secara haqiqi.

Sungguh, orang yang bertaqwa tidak akan merasa takut ataupun sedih. Mereka selalu merasa bahagia. Jika Anda merasa tidak bahagia, mungkin disebabkan Anda mulai membandingkan keadaan Anda dengan keadaan mereka yang menurut Anda lebih beruntung secara materi. (Kutipan dari sebuah Artikel)

SAAT DIRI MERASA GUNDAH

Kegiatan yang banyak dan mengasyikkan, bahkan aktivitas da’wah, yang bagi sebagian orang adalah menyenangkan, terkadang dapat membuat hati tidak khusyu. Tanpa disadari, kita kehilangan rasa kehambaan ketika berda’wah dan dalam melakukan kegiatan lainnya. Datang riya dan ujub tanpa dapat kita hadang. Lalu rusaklah amal-amal kita. Yang tersisa adalah puing-puing yang berserakan di hati.

Hati yang berantakan inilah yang menimbulkan kegundahan dan waswas serta ketidak-khusyuan. Hati disibukkan dengan memikirkan dan membayangkan berbagai aktivitas. Namun kosong dari mengingat Allah. Kosong dari kekhusyuan. Yang ada hanyalah kesenangan duniawi, riya, ujub, dan keburukan lain yang muncul tanpa kita sadari.

Sholat menjadi hambar. Tidak ada rasa rindu dan kesyahduan dalam munajat. Tak ada rasa manis dalam sujud. Yang ada hanyalah gerakan kosong dan mantra yang tak dapat dipahami maknanya oleh ruh dan hati.
Jika kita telah sadar akan hal ini, datang lagi bisikan syaithan agar kita meninggalkan itu semua untuk merenung. Tampaknya bijaksana, namun menipu. Yang kita perlukan ketika gundah itu justeru memperbanyak amal shalih. Tetap melakukan amal-amal tersebut dengan menghadirkan Allah dalam hati, itulah yang perlu dilakukan.

Tetaplah sholat dengan berusaha untuk khusyu. Tetaplah berda’wah dan berusaha untuk ikhlash. Tetaplah membaca Al-Qur’an dan memperbaiki tajwid serta pemahamannya. Tetaplah berwirid dengan menghadirkan Allah dalam hati. Pupuklah rasa kehambaan itu. Maka akan Anda rasakan rasa manis yang tak akan Anda dapatkan dari makanan maupun minuman apapun.

Kegundahan bukan datang dari banyaknya aktivitas dan pemikiran. Tetapi muncul dari hampanya hati dari mengingat Allah. Mengingat Allah dalam setiap hal dan keadaan itulah yang akan mendatangkan ketenangan. Camkanlah, bahwa hanya dengan mengingat Allah itulah hati menjadi tenang. Segala aktivitas akan menjadi tak berarti dan hampa tanpa adanya dzikrullah. Apalah artinya kegiatan yang kita lakukan jika tidak mendatangkan ketenangan karena ketiadaan dzikrullah?

Maka dzikrullah itulah yang menjadikan hidup dan kegiatan kita menjadi berarti. Bukankah kebahagiaan itu adalah hidup yang tanpa kegundahan, kecemasan dan kesedihan? Bukankah kebahagiaan itu adalah hidup yang penuh ketenangan dan kedamaian? Dan itu semua dapat dicapai dengan dzikrullah, dzikrullah dalam setiap hal dan keadaan. (Kutipan dari sebuah  Artikel)

Senin, 16 Januari 2012

MOTIVASI DARI MARIO TEGUH (1)

Berfokuslah pada yang bisa Anda lakukan, karena dari situ-lah Anda mencapai tempat-tempat yang  belum terlihat bahkan oleh imajinasi Anda hari ini. ...Keinginan adalah undangan untuk memulai. Dan, Kegelisahan adalah paksaan untuk bersegera. Jika Anda belum tahu caranya, tetapi Anda ikhlas memulai, Anda akan dibuat tahu saat Anda mengerjakannya.

Sesungguhnya, keajaiban berpihak kepada jiwa yang berani. Anda sedang berdiri di depan gudang penuh kebahagiaan yang sedang menilai kepantasan Anda, sebelum ia membuka pintunya. ...Kira-kira, apakah yang sudah Anda lakukan dengan pikiran, hati, dan tubuh Anda, yang dapat menyemangati gudang itu untuk membuka pintunya? Hmm …Tanpa kita sadari, kita sering berpikir, merasa, dan bertindak yang justru menutup rapat pintu kebahagiaan kita sendiri. Tuhan, ampunilah kami. Aamiin

Jangan sia-siakan kesulitan Anda. Masa sulit adalah masa yang paling menuntut pembuktian dari kemampuan kita untuk memperbaiki diri. ...Syukurilah kesulitan, karena ia merampas semua hal yang tidak berguna dari perhatian Anda, agar Anda menggunakan waktu dan tenaga hanya untuk membaikkan diri, untuk menjadi jiwa yang lebih bernilai bagi sesama. Kesulitan adalah kesempatan emas untuk memperbaiki diri.

Yang tidak banyak diketahui orang adalah kesibukan Ibu Linna untuk menjaga penampilan saya di publik. Dia memperhatikan sikap,...kata-kata, dan cara saya berinteraksi dengan orang lain; lalu dia memberitahu saya apa saja yang sudah baik dan yang akan lebih baik lagi. Awalnya saya tidak begitu suka tapi saya sangat percaya bahwa niatnya adalah untuk kebaikan saya dan keluarga.

Di rumah, saya adalah suami yang tidak banyak bicara, mendengarkan Ibu Linna yang sibuk bercerita ini dan itu, ...dan ikut di ajak ke sini dan ke situ. Dengan anak-anak, saya menjadi ramai, banyak bercerita yang lucu dan inspirasional, dan membiarkan mereka liar dengan impian-impian besar mereka. Selebihnya, saya disayang-sayang, diberi makan, dipijeti, disuruh cari uang, dan setor ... Pekerjaan seharusnya menjadikan kita pribadi yang bebas,bukan yang terpenjara.